Rabu, 15 Januari 2014

SEJARAH HUBUNGAN RUSIA - INDONESIA

    Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Ok, setelah absent sehari, hari ini saya akan update pos saya tentang Sejarah Hubungan Rusia-Indonesia.
     Tanpa basi-basa, eh basa basi, kita baca yok ceritanye!



    
   Catatan yang dibuat oleh pedagang Afanasy Nikitin dari kota Tver mengenai “perjalanannya melampaui tiga laut” – perjalanan ke India (pada tahun 1466-1472) menyampaikan data pertama kepada orang Rusia mengenai adanya suatu negara misterius bernama Shabot yang terletak di Asia Tenggara. Menurut pendapat para ilmuwan apa yang dimaksudkan dengan nama tersebut adalah negara Indonesia dengan pusatnya di pulau Sumatera. Dalam naskah A. Nikitin tercantum data menarik mengenai letaknya negara dongeng yang jauh itu, mengenai kekayaan alamnya, adat-istiadat dan tradisi rakyatnya. Menurut catatannya, negara Shabot yang terletak diantara India dan Cina, telah menjalin hubungan dagang dengan tetangganya dari Utara.

   Pada awal abad ke-16 Indonesia dikuasai oleh penjajah dari Eropa. Pada mulanya penjajahnya adalah bangsa Portugis. Setelah “armada agungnya” hancur pada tahun 1588, Portugis yang pada waktu itu bergabung dengan Spanyol, kehilangan Indonesia, dari tangan Portugis Indonesia direbut oleh bangsa Belanda. Lalu, Pada tahun 1602 pedagang Belanda mendirikan “Syarikat Hindia – Timur Belanda atau yang disingkat dalam bahasa Belanda, V.O.C” yang memperoleh hak untuk mempunyai tentara sendiri, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian, mengeluarkan uang dsb. Indonesia menjadi milik Belanda selama 350 tahun. Dalam kurun waktu tersebut rakyat Indonesia memberontak 50 kali melawan penjajahan Belanda.

Pada abad ke-19 Belanda menghadapai perlawanan gigih dari rakyat Kesultanan Aceh (Sumatera Utara). Dalam usahanya memecahkan konflik Aceh dengan Belanda, Sultan Aceh mencari dukungan dari negara lainnya termasuk dari Rusia juga.

Pada tahun 1879 selagi kapal layar Rusia dengan nama “Vsadnik” berlabuh di Penang, delegasi yang terdiri dari wakil-wakil pemberontak Aceh menghubungi kapten kapal tersebut dengan permohonan; "Kepada Yang Mulia Sang Pemimpin Imperator agar negara mereka memperoleh kewarganegaraan Rusia”. Kementrian Kelautan melapor kepada Tsar mengenai permohonan tersebut yang memerintahkan mengalihkannya kepada Kementrian Luar Negeri. Jawaban Kementrian Luar Negeri kepada Kementrian Kelautan menyatakan bahwa pada saat ini Menteri Luar Negeri berpendapat bahwa tidak mungkin “membahas masalah mengenai masuknya rakyat Aceh menjadi warganegara Rusia berhubung di kemudian hari hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman diantara Pemerintahan Imperator dengan Belanda”.

Pada tanggal 15 Pebruari 1904, yang mengemban tugas Konsul Rusia di Singapura, Rudanovskiy memberitahukan bahwa Sultan Aceh menyampaikan kepada Konsulat surat permohonan yang dialamatkan kepada Nikolay II tentang permohonan untuk menerima daerah kekuasaannya dibawah perlindungan Rusia.

Kementrian Luar Negeri pada tanggal 24 April 1904 menyampaikan kepada Konsulat Rusia di Singapura bahwa “menurut kesimpulan departemen kelautan yang dihubungi dalam hal ini, bahwa permohonan tersebut tidak mungkin dikabulkan. Maka berdasarkan hal tersebut dan dengan memperhatikan pula bahwa dari segi lain mengabulkan permohonan Sultan dapat menyebabkan kesulitan yang tak diharapkan dengan pihak Belanda yang mempunyai koloni di bagian selatan pulau tersebut, kami mohon agar Anda dengan perkataan yang ramah menolak usulan tersebut dari Sultan Aceh”.


  Pada Januari 1949, Konferensi 19 negara Asia di New Delhi mengajukan tuntutan ke Dewan Keamanan PBB untuk memaksa Belanda membebaskan wilayah yang diduduki dan memberikan kepada Indonesia kedaulatan penuh sebelum tanggal 1 Januari 1950. Pada akhirnya Belanda terpaksa duduk di meja perundingan dengan wakil-wakil Indonesia yang diselenggarakan di Den Haag pada Agustus 1949.

Segera setelah selesainya perundingan, pada tanggal 24 Desember 1949 Duta Besar Belanda di Moscow, Wisser, menyerahkan Nota kepada Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet A.A.Gromyko, yang menyatakan bahwa sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai di Den Haag diantara Belanda dan delegasi Indonesia pada tanggal 2 Nopember 1949 dan yang telah diratifikasikan oleh parlemen semua negara yang berkepentingan, pada tanggal 27 Desember 1949 dalam upacara resmi, Republik Serikat Indonesia akan menerima kedaulatan penuh atas seluruh wilayah Hindia Belanda dengan perkecualian New Guinea Belanda (Irian Barat), dan dengan akte tersebut Republik Indonesia Serikat akan dinyatakan sebagai negara yang  merdeka dan berdaulat.

Dalam Nota tersebut Pemerintah Belanda juga menyampaikan harapan bahwa “setelah pemberian kedaulatan Pemerintah Uni Soviet akan mengakui negara baru”.
Pada 27 Desember 1949 seluruh wilayah bekas jajahan Belanda, kecuali Irian Barat diserahkan kepada kedaulatan Indonesia.

Pada   25 Januari 1950 A.A.Gromyko menyerahkan Nota Jawaban kepada Duta Wisser dimana Kementrian Luar Negeri Uni Soviet memberitahukan kepada Pemerintah Belanda bahwa “dikarenakan pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag diadakan upacara penyerahan kedaulatan, maka Pemerintah Uni Soviet memutuskan untuk memberitahukan kepada Pemerintah Rebublik Indonesia Serikat bahwa Pemerintah Uni Soviet memutuskan untuk mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara merdeka dan berdaulat, dan menjalin hubungan diplomatik”.

Pada waktu yang sama A.Y. Vyshinskiy mengirim telegram kepada Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Serikat Hatta yang menyatakan bahwa “Pemerintah Uni Soviet memutuskan untuk mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara merdeka dan berdaulat dan menjalin hubungan diplomatik”.
Pengumuman resmi TASS mengenai pengakuan Uni Soviet terhadap Indonesia diterbitkan pada tanggal 26 Januari 1950.

Berita mengenai akte tersebut dari Pemerintah Uni Soviet diterima di Indonesia dengan antusias. Pers Jakarta mengapresiasikannya dengan banyaknya publikasi pengumuman dan komentar. Koran ibukota “Merdeka” menerbitkan berita di halaman muka, dengan judul dengan huruf besar “Rusia Soviet mengakui Republik Indonesia Serikat” menempatkan informasi bahwa Menlu Indonesia telah menerima pengumuman resmi dari Pemerintah Rusia mengenai pengakuan Republik. Ditekankan pula bahwa tokoh terkemuka politik dan negarawan Republik telah “menilai positif pengakuan tersebut”. Beberapa anggota pemerintah dan wakil-wakil dari lingkungan penguasa di Jakarta menyampaikan pendapatnya bahwa berkat pengakuan tersebut bertambah pula kesempatan bagi Republik Indonesia Serikat untuk menjadi anggota PBB.

Pada tanggal 2 Pebruari 1950 diselenggarakan sidang kabinet menteri Republik dimana disahkan jawaban pihak Indonesia atas pengumuman Pemerintah Soviet tertanggal 25 Januari 1950. Dalam telegram jawaban Menteri Luar Negeri Indonesia M. Hatta, yang dikirim dari Jakarta ke Moscow pada tanggal 3 Pebruari 1950 mengkonfirmasikan diterimanya telegram dengan keputusan Pemerintah Uni Soviet yang mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara merdeka dan berdaulat dan merencanakan menjalin hubungan diplomatik. “Menilai dengan sepatutnya keputusan tersebut, saya atas nama Pemerintah Republik Indonesia Serikat dengan rasa hormat yang besar memberitahukan bahwa kami menilai tinggi pengakuan tersebut.


Dokumen pertama, yang merupakan suatu hasil periode awal dalam hubungan diantara Uni Soviet dan Indonesia adalah Pernyataan Bersama Uni Soviet – Indonesia yang ditandatangani pada tanggal 11 September 1956 di Moscow oleh Wakil Satu Menteri Luar Negeri Uni Soviet A.A.Gromyko dan Menteri Luar Negeri Indonesia R. Abdulgani. Isi dokumen tersebut membuktikan bahwa hubungan didirikan atas dasar lima prinsip yang diketahui oleh seluruh dunia, yaitu saling menghormati keutuhan teritori dan kedaulatan, tidak menyerang, tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara, persamaan dan saling menguntungkan, hidup berdampingan secara damai.

Dalam pernyataan bersama ditandai juga dengan tercapainya kesepakatan diantara kedua belah pihak mengenai pengaturan kerjasama dalam bidang perdagangan dan ekonomi-teknik yang dilakukan berdasarkan prinsip persamaan dan saling menguntungkan. Keputusan Uni Soviet dan Indonesia untuk mengembangkan kerjasama dalam bidang budaya, melakukan pertukaran delegasi, mahasiswa dan budayawan mempunyai arti penting dalam tercapainya pengertian yang mendalam diantara kedua negara kami. Kedutaan Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia

0 komentar: